Nama : Rima Alifia Rahmi
NIM : I1C110018
Dosen Pembimbing: Rahmi Fauzia, M.A, Psi
Program Studi Psikologi Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Masa
remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Beberapa perubahan
lingkungan menghasilkan perbedaan dalam periode transisi ini. Sebagai contoh,
seorang mahasiswa sebagai remaja akhir mengalami transisi dari sekolah menengah
menuju universitas yang melibatkan gerakan menuju satu struktur sekolah yang
lebih besar, dan tidak bersifat pribadi; interaksi dengan kelompok sebaya dari
daerah yang lebih beragam dan kadang lebih beragam latar belakang etniknya; dan
peningkatan perhatian pada prestasi dan penilaiannya.
Transisi
dari sekolah menengah atas menuju universitas dapat melibatkan hal-hal yang
positif. Pelajar mungkin lebih merasa dewasa, lebih banyak pelajaran yang dapat
dipilih, lebih banyak waktu untuk dihabiskan bersama kelompok sebaya, lebih
banyak kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai gaya hidup dan nilai-nilai, dan
menikmati kemandirian yang lebih luas dari pengawasan orang tua. Hal ini ia
tunjukkan pada saat melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas, banyak dari
mereka yang memilih tinggal di kos-kosan.
Selain
karena faktor tersebut diatas, lokasi rumah yang berjauhan dari tempat kuliah
juga membuat sebagian mahasiswa memilih kos-kosan sebagai rumah kedua. Banyak
hal yang positif yang di dapat dari tinggalnya mahasiswa di kos-kosan ini.
Antara lain, mereka jadi lebih mandiri. Namun juga tidak terlepas dari sisi
negatif, yaitu kurangnya pengawasan dari orang tua dan pemilik kos, ditambah
letak kamar kos yang terlalu terbuka (bebas pengunjung) serta interaksi antar
warga kos yang minim membuat remaja bisa melakukan segala sesuatu di wilayah
teritorinya (dalam kamar), seperti melakukan hubungan seks. Menurut
Bronfenbrenner (1979;1989) dalam Santrock (2003) beberapa hal yang dapat
menjadi faktor resiko terjadinya aktivitas seksual remaja adalah kurangnya
pengawasan orang tua dan rendahnya pengawasan lingkungan.
Interaksi
yang dilakukan tanpa pengawasan yang baik,serta desain kos-kosan yang terbuka
(untuk umum) memberikan kebebasan dan peluang bagi remaja untuk melakukan atau
mempraktekkan segala rasa ingin tahu yang dimilikinya, termasuk seks. Dorongan-dorongan
seksual tersebut akan meningkat dengan adanya penyebaran informasi melalui
media massa seperti VCD, buku stensilan, photo, majalah, internet, dan
lain-lain. Meningkatnya dorongan seksual didukung oleh rasa ingin tahu serta
kondisi lingkungan yang bebas inilah yang akan memberikan peluang bagi remaja
untuk melakukan seks pranikah.
Ancaman
pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan
tampaknya berkembang semakin serius. Hasil polling yang dilakukan tahun
2000-2002 terhadap 1000 remaja (mahasiswa) di Bandung itu menemukan bahwa
tempat yang biasa digunakan untuk melakukan hubungan seksual itu ternyata 51,5
% dilakukan di tempat kos, 30% di rumah, 27,3% di rumah perempuan, 11,2% di
hotel, 2,5% di taman, dan 2,4% di tempat rekreasi, 1,3% di kampus, 0,4% di
mobil, dan 0,7% tak diketahui tempatnya. Hal ini juga didukung oleh hasil riset
Synote tahun 2004 yang dilakukan di empat kota yakni Jakarta, Surabaya, Bandung
dan Medan membuktikan bahwa dari 450 responden, Sebanyak 40% responden
melakukan hubungan seks dirumah, sedangkan 26% melakukannya ditempat kos, dan
20% lainnya dikamar hotel.
Banyak
mahasiswa yang menjadikan kos-kosan sebagai tempat melakukan hubungan seks
karena ada kecenderungan pola hubungan sosial yang sangat renggang antara
pemilik dengan penghuni kos. Misalnya pemilik kost tidak mau tahu apa yang
dikerjakan oleh anak kost dan anak kost pun tidak mau tahu juga dengan pemilik
kost sehingga membuat kehidupan seksual di tempat kost menjadi sangat bebas.
Berdasarkan
survei awal yang dilakukan peneliti di daerah Banjarbaru, banyak sekali tedapat
tempat-tempat kost yang diperuntukkan bagi pelajar dan mahasiswa, tempat
tersebut ada yang khusus untuk perempuan atau laki-laki, bahkan ada yang dihuni
oleh perempuan dan laki-laki (campur). Tempat kost yang dihuni ada yang diawasi
ibu kost maupun tidak diawasi. Yang dimaksud dengan diawasi adalah anak-anak
kost tinggal satu rumah (bersama) dengan pemilik kost, dan pemilik kost
tersebut membuat peraturan-peraturan seperti jam berkunjung yang dibatasi
hingga jam 9 malam, dan menyediakan tempat khusus untuk menerima tamu. Ini
menandakan tingkat teritori dan privasi warga kos yang cukup tinggi. Sedangkan
tempat kost yang tidak diawasi atau tidak ada pemilik kostnya, rumah tersebut
dibuat dengan banyak kamar-kamar yang diisi oleh perempuan dan laki-laki
(campur), dan tidak ada peraturan-peraturan seperti tempat khusus menerima
tamuatau batas waktu berkunjung sehingga mereka dapat berbuat sesuka hatinya,
misalnya dengan mengajak tamu langsung masuk ke dalam kamar. Ini menandakan
rendahnya tingkat privasi dan teritori warga kos yang ada di dalamnya. Tempat
kost seperti itu dapat membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan seks.
Susan Rogi (2007), Sarjana Psikologi menyatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku secara signifikan dalam diri remaja didukung dengan adanya rumah kost
campur, pria dan wanita. Di tempat itu mereka lebih bebas mengekpresikan nafsu
mudanya bersama lawan jenis satu kost.
Oleh
karena begitu maraknya permasalahan perilaku seks bebas dikalangan remaja yang
mayoritas dilakukan pranikah, maka peneliti tertarikmelakukan penelitian lebih
jauh mengenai “Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa ditinjau dari Teritori dan
Lingkungan Kos-kosan”.
B.
Fokus
Penelitian
Fokus
penelitian diarahkan pada :
1. Perilaku
seks pranikah mahasiswa di kost yang diawasi (kost khusus) dan tidak diawasi
(kost campur)
2. Sikap
mahasiswa terhadap teritorinya di kost-kostan
3. Faktor
penyebab perilaku seks pranikah mahasiswa di kost
C.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
gambaran perilaku seks pranikah mahasiswa di kost yang diawasi (kost khusus)
dan tidak diawasi (kost campur)?
2. Bagaimana
sikap mahasiswa terhadap teritorinya di kost-kostan?
3.
Apa saja faktor
penyebab perilaku seks pranikah mahasiswa di kost?
D.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Untuk
mengetahui gambaran perilaku seks pranikah mahasiswa ditinjau dari teritori dan
lingkungan kos-kosan
2. Tujuan
Khusus
·
Gambaran perilaku seks
pranikah mahasiswa di kost yang diawasi (kost khusus) dan tidak diawasi (kost
campur)?
·
Sikap mahasiswa
terhadap teritorinya di kost-kostan?
·
Faktor apa saja yang
melatarbelakangi perilaku seks pranikahmahasiswa di lingkungan kos-kosan
E.
Manfaat
Penelitian
Penelitian
ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu :
1.
Manfaat
Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi psikologi sosial sebagai sumber
penelitian yang akurat terhadap perilaku sosial remaja yang tinggal
dilingkungan kampus.
2.
Manfaat Praktis
Hasil
penelitian diharapkan bermanfaat bagi remaja, orang tua, pengelola kos-kosan
dan universitas sebagai berikut :
a. Manfaat
bagi Remaja : Mengetahui sifat dan karakter pada masa remaja sehingga remaja
tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas.
b. Manfaat bagi Orang Tua : Mengenal perilaku dan
kepribadian remaja sehingga dapat melakukan edukasi dini dan perhatian lebih
kepada anak-anaknya yang berada pada masa remaja.
c. Manfaat
bagi Pengelola Kos-kosan : Lebih memperhatikan desain kos, memperhatikan warga
kosserta menerapkan peraturan-peraturan yang dapat mencegah terjadinya seks
bebas di kos-kosan.
d. Manfaat
bagi Universitas : Mengetahui kondisi pergaulan mahasiswa di lingkungan sekitar
universitas, sehingga dapat memberikan rekomendasi kos-kosan yang baik kepada
mahasiswa baru.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Remaja
Masa Remaja (adolescence) ialah periode
perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, yang
dimasuki pada usia kira-kira 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.
Masa remaja bermula dengan perubahan fisik yang cepat, pertumbuhan tinggi dan
berat badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan
karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan
kumis, dan dalamnya suara. Pada masa perkembangan ini, pencapaian kemandirian
dan identitas sangat menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak, dan
idealistis, dan semakin banyak waktu yang diluangkan di luar keluarga.
Konsep Storm and Stress view dari G.
Stanley Hall mengatakan bahwa masa remaja ialah masa pergolakan yang penuh
dengan konflik dan buaian suasana hati. Remaja adalah manusia yang sedang
berada pada suatu periode kehidupan puber, tepatnya ketika seseorang berada
pada masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa pemulaan dewasa. Pada saat
itu seorang remaja sedang meninggalkan sifat kekanak-kanakan menuju alam dewasa
yang memikul tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban tertentu dalam masyarakat
Menurut Darajat (dalam Willis,1994)
remaja adalah usia transisi dimana seorang individu telah meninggalkan usia
kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu keusia
kuat dan penuh tanggung jawab baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat,
adapun masa usia remaja dimulai pada usia 13 sampai 21 tahun..
Menurut Monks dan Knoers (2002), suatu
analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja, yang
secara global berlangsung antara umur 12- 21 tahun, dengan pembagian 12 -15
tahun masaremaja awal, 15 -18 tahun untuk masa remaja pertengahan dan 18 -21
tahun untuk remaja akhir.
Dari beberapa definisi di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa Remaja (adolescence) adalah masa transisi atau
perahlihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai adanya aspek
fisik, psikis, dan psikososial secara kronologis usia remaja bekisar antara
usia 12 sampai 21 tahun.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan remaja.
Menurut
pandangan Gunarsa dan Gunarsa (dalam Dariyo, 2004) bahwa secara umum terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja yaitu
a.
Faktor Endogen
Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa
perubahan fisik dan psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat
herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postur tubuh,
bakat, minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya.
b.
Faktor Eksogen
Dalam pandangan ini menyatakan bahwa
perubahan dan perkembangan indivudu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berasal dari luar diri individu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
B.
Pengertian
Teritori
C.
Kost-kostan
Rumah Kost adalah sebuah hunian yang
dipergunakan oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai tempat tinggal sementara
atau sebuah hunian yang sengaja didirikan oleh pemilik untuk disewakan kepada
beberapa orang dengan system pembayaran per bulan. Menurut pemerintah atau
dinas perumahan rumah, kos dapat memiliki ciri-ciri atau diartikan sebagai
berikut:
o Perumahan
pemondokan/rumah kost adalah rumah yang penggunaannyasebagian atau seluruhnya
dijadikan sumber pendapatan oleh pemiliknyadengan jalan menerima penghuni
pemondokan minimal 1 (satu) bulandengan memungut uang pemondokan;
o Pengelola
rumah kost adalah pemilik perumahan dan atau orang ygmendapatkan izin dari
pemilik untuk mengelola rumah kost;
o Penghuni
adalah penghuni yg menempati rumah kost sekurang-kurangnya 1(satu) bulan dgn
membayar uang pemondokan;
o UangPemondokan/
kost adalah harga sewa dan biaya lainnya yg dibayaroleh penghuni dgn
perjanjian.
Tempat
kost yang dihuni ada yang diawasi ibu kost maupun tidak diawasi.
·
Kost yang diawasi
adalah anak-anak kost tinggal satu rumah (bersama) dengan pemilik kost, dan
pemilik kost tersebut membuat peraturan-peraturan seperti jam berkunjung yang
dibatasi hingga jam 9 malam, dan menyediakan tempat khusus untuk menerima tamu.
·
Kost yang tidak diawasi
atau tidak ada pemilik kostnya, rumah tersebut dibuat dengan banyak kamar-kamar
yang diisi oleh perempuan dan laki-laki (campur), dan tidak ada
peraturan-peraturan seperti tempat khusus menerima tamu atau batas waktu
berkunjung sehingga mereka dapat berbuat sesuka hatinya, misalnya dengan
mengajak tamu langsung masuk ke dalam kamar.
Susan
Rogi (2007), Sarjana Psikologi menyatakan bahwa terjadi perubahan perilaku
secara signifikan dalam diri remaja didukung dengan adanya rumah kost campur,
pria dan wanita. Di tempat itu mereka lebih bebas mengekpresikan nafsu mudanya
bersama lawan jenis satu kost.
D.
Seks
Pra Nikah
Perilaku seksual adalah manifestasi dari
adanya dorongan seksual yang dapat diamati secara langsung melalui perbuatan
yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual dari tahap yang paling ringan
hingga yang paling berat (Purnomowardani dan Koentjoro, 2000).
Perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun
dengan lawan jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai
dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama
(Sarwono, 2004)
Menurut Taufik, perilaku seksual
pranikah di Indonesia terjadi mulai dari beberapa tahapan yaitu dari mulai
menunjukkan perhatian pada lawan jenis, pacaran, berkencan, lips kissing, deep
kissing, genital stimulation, petting, hingga sexual intercourse.
Menurut Scanzoni dan Szanconi (dalam
Hadi, 2006) hubungan seks pranikah yang dilakukan pria dan wanita yang
belumperkawinan, dimana nantinya merekaakan menikah satu sama lain atau masing-masingakan
menikah dengan orang lain.Jadi tidak hanya terbatas pada orang yang berpacaran
saja. Hubungan seksual iniumumnya terjadi diantara mereka yang telahmeningkat
remaja menuju dewasa. Hal inisangat mungkin terjadi mengingat pada saatseseorang
memasuki masa remaja mulai timbul dorongan-dorongan seksual didalamdirinya.
Apalagi pada masa ini minat merekadalam membina hubungannya terfokus pada
lawan
jenis.
Sedangkan menurut Melodina(1990)
mengatakan bahwa hubungan sekspranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan
oleh sepasang insan yang belummenikah atau yang belum mereka terikat oleh tali
perkawinan. Perilaku seksual pranikah adalah kegiatan seksual yang melibatkan
dua orang yang saling menyukai atau saling mencintai, yang dilakukan sebelum
perkawinan (Indirijati, 2001).
Berdasarkan definisi yang telah
diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seks pranikah atau pre-marital
sex merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan
yang sah menurut hukum maupun menurut agama. Bentuk-bentuk aktivitas seksual
prnikah yang dilakukan biasanya beragam pula. Mulai dari sekedar pegangan
tangan, berciuman, berangkulan, petting (salning menggesekkan kelamin), sampai
yang paling mengkhawatiran, yakni melakukan hubungan kelamin (sex intercourse).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah.
Menurut Ronosulistyo (dalam Hadi, 2006)
faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual pranikah yaitu
:
1.
Usia
Penelitian Fisgher dan Hall menunjukan
bahwa remaja menengah dan remaja akhir, cenderung lebih memiliki sikap permisif
dibandingkan remaja awal, dimana pengaruh orang tua masih cukup besar
mempengaruhi sikap mereka tetapi Chilman menyatakan bahwa perilaku seksual
pranikah akan mulai terjadi jika seseorang sudah berusia 16 tahun atau
seseorang yang mengalami masa pubertas lebih cepat (Rice, 1990). Terlepas dari
kedua pendapat diatas,. Reiss dan Miller (dalam Hadi, 2006) mengungkapkan
adanya suatu kecenderungan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka
tingkat perilaku seks pranikah semakin meningkat.
2.
Jenis Kelamin
Pria cenderung lebih permisif terhadap
perilaku seksual pranikah dibandingkan wanita (Faturochman, 1992). Roche dalam
penelitiannya menemukan bahwa pria lebih mementingkan keintiman fisik
tanpamemperhatikan keterlibatan emosional dalam hubungan heteroseksual.
Sedangkan wanita lebih mementingkan kualitas hubungan sehingga pada wanita
keterlibatan emosional mempengaruhi tingkat penerimaan keintiman fisik yang
dilakukan pasangannya.
3.
Agama
Sekuat-kuatnya mental seseorang remaja
agar tidak tergoda dengan polahidup seks bebas jika remaja terus mengalami
godaan dalam kondisi yangbebas dan tidak terkontrol, tentu saja suatu saat akan
tergoda pula untukmelakukannya. Godaan semacam ini akan lebih berat lagi bagi
remaja yang memang benteng mental agamanya atau sistem religius yang tidak kuat
dalam diri individu. Clayton dan Bokermier menemukan bahwa sikaptidak permisif
terhadap hubungan seksual pranikah dapat dilihat dari
aktifitas keagaaman dan
religiusitas (Rice, 1990).
4.
Pendidikan
Pendidikan memiliki hubungan yang
significant dan negatif dalam keserbabolehan dalam perilaku seks pranikah
(Faturochman,1992). Ini berarti dengan semakin tingginya seseorang maka akan
semakin tidak permisif terhadap perilaku seks pranikah. Di barat kenyatannya
yang terjadi justru sebaliknya. tingkat pendidikan cenderung significant dan
positif terhadapa perilaku seks pranikah. Hal ini ada kaitannya dengan pola
berfikir mereka, dimana mereka memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang
perilaku seks yang bertanggung jawab, misalnya tentang penggunaan alat pencegah
kehamilan. Hal ini menyebabkan mereka merasa dapat menyalurkan hasrat seksual
walaupun belum menikah, tetapi dengan cara yang lebih bertanggung jawab
(Sarwono, 2000). Mereka yang
terjerumus dalam seks
bebas tersebut sesungguhnya hanya didorong rasa
ingin tahu dan
coba-coba.
5.
Kelas Sosial
Secara umum kelas sosial dianggap
permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Pada kenyataannya Reiss menemukan
bahwa pada kelas sosial ekonomi bawah, menengah, dan atas dari segmen
konservatif, maka kelas bawah justru lebih konservatif. Di lain pihak jika yang
diteliti segmen liberal, justru kelas sosial atas yang cenderung permisif.
Bayer, Klassen & Levit (dalam Etikariena, 1998) mengatakan pada temuan terakhir
menyebutkan bahwa kelas sosial ekonomi tidak menunjukan hubungan yang tinggi
terhadap perilaku seks pranikah.
6.
Ketidakhadiran
Orang Tua
Jika ada remaja yang sampai melakukan
perilaku seks pranikah, itu hanya karena bebasnya pergaulan dan mungkin dari
faktor dari bimbingan atau pola asuh orang tua dirumah yang tidak peduli atau
tidak terbuka untuk membicarakan seks pada anaknya.Padahal disaat ini pergaulan
didunia remaja semakin bebas. Pada keluarga yang tinggal dikota besar, sudah
merupakan suatu pola kehidupan yang dimana ayah dan ibu bekerja. Hal tersebut
sering kali mengakibatkan kehidupan anakanak mereka kurang mendapatkan
perhatian yang cukup. Sehingga pada remaja kurang dapatn mendapatkan pengawasan
dari orang tua dan memilki kebebasan yang terlalu besar (Rice, 1990).
7.
Pengalaman Pacaran ( Hubungan Afeksi)
Individu yang pernah menjalin hubungan
afeksi atau berpacaran dari umur yang lebih dini, cenderung permisif terhadap
perilaku seks pranikah. Begitu juga dengan halnya dengan individu yang telah
banyak berpacaran dengan individu yang berusia sebaya dengannya. Staples (1978)
menyebutkan bahwa pengalaman berpacaran dapat menyebabkan seseorang permisif
terhadap perilaku seks pranikah. Tetapi Faturochman (1992) dalam penelitiannya
menemukan bahwa pengalaman pacaran tidak dapat mempengaruhi dalam berprilaku
hubungan seks pranikah.
8.
Media
Maraknya tontonan dan bacaan –bacaan
porno baik melalui TV, VCD, maupun internet dan media-media lainnya yang
membuat terdorong untuk mencoba melakukan dan merasakan sensasi-sensai seksual,
hingga akhirnya melakukan seks bebas pranikah
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi perilaku seks pranikah mahasiswa, yaitu:
• Mahasiswa
sebagai remaja mengalami perubahan hormonal yang dapat meningkatkan hasrat
seksual remaja,
• Penundaan
usia perkawinan yang dialami mahasiswa karena sedang menempuh pendidikan
sehingga penyaluran hasrat seksual itu tidak dapat segera dilakukan pada orang
yang tepat,
• Norma
agama yang melarang hubungan seks sebelum menikah namun remaja yang tidak dapat
menahan hawa nafsu akan cenderung melanggar norma agama,
• Dengan
semakin canggihnya tekhnologi (seperti internet) menyebabkan penyebaran
informasi secara cepat dan mudah, baik informasi yang bersifat positif maupun
negatif. Informasi yang diterima tersebut dapat mempengaruhi perilaku seksual
seseorang,
• Adanya
kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat, seperti banyak tempat kos campur, batas jam malam yang longgar, dan
kebebasan ruang untuk berkunjung (Sarwono, 2004).
Faktor-faktor
yang menyebabkan perilaku seks pranikah di tempat kos
Faktor-faktor
yang mempengaruhi seks pranikah di tempat kost adalah sebagai berikut:
1. Teman
Sebaya
Pada
masa remaja, kedekatannya dengan kelompok sebayanya sangat tinggi. Remaja
mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh
teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang
lebih dapat dipercaya.
2. Kondisi
Rumah Kost
Kurangnya
pengawasan dari orang tua dan pemilik kos, ditambah letak kamar kos yang
terlalu terbuka (bebas pengunjung) serta interaksi antar warga kos yang minim
membuat remaja bisa melakukan segala sesuatu di wilayah teritorinya (dalam
kamar) sehingga membuat kehidupan seksual di tempat kost menjadi sangat bebas.
Kost
yang dihuni ada yang diawasi ibu kost maupun tidak diawasi. Yang dimaksud
dengan diawasi adalah anak-anak kost tinggal satu rumah (bersama) dengan
pemilik kost, dan pemilik kost tersebut membuat peraturan-peraturan seperti jam
berkunjung yang dibatasi hingga jam 9 malam, dan menyediakan tempat khusus
untuk menerima tamu. Ini menandakan tingkat teritori dan privasi warga kos yang
cukup tinggi. Sedangkan tempat kost yang tidak diawasi atau tidak ada pemilik
kostnya, rumah tersebut dibuat dengan banyak kamar-kamar yang diisi oleh
perempuan dan laki-laki (campur), dan tidak ada peraturan-peraturan seperti
tempat khusus menerima tamu atau batas waktu berkunjung sehingga mereka dapat
berbuat sesuka hatinya, misalnya dengan mengajak tamu langsung masuk ke dalam
kamar. Ini menandakan rendahnya tingkat privasi dan teritori warga kos yang ada
di dalamnya. Tempat kost seperti itu dapat membuka peluang atau kesempatan
untuk melakukan seks. Susan Rogi (2007), Sarjana Psikologi menyatakan bahwa
terjadi perubahan perilaku secara signifikan dalam diri remaja didukung dengan
adanya rumah kost campur, pria dan wanita. Di tempat itu mereka lebih bebas
mengekpresikan nafsu mudanya bersama lawan jenis satu kost. Selain itu ada
penjaga kost yang mengizinkan tamu laki-laki masuk dan sebagian ibu kost tidak
mengetahuinya. Rumah kos yang di awasi kecil kemungkinan untuk dapat melakukan
seks bebas, karena adanya peraturan-peraturan yang dibuat oleh ibu kost seperti
jam berkunjung yang di batasi, tidak boleh ada teman yang menginap, dan apabila
keluar kos tidak boleh terlalu malam. Tidak seperti kost yang tidak diawasi.
Anak kost bisa sesuka hatinya melakukan apa pun termasuk mengajak tamu
laki-laki untuk masuk langsung ke dalam kamarnya.
Dari segi biaya,
melakukan hubungan seks di kamar kos tidak memerlukan biaya. Perilaku seks di
kamar kos juga meminimalkan pandangan dari orang lain terhadap sebutan cewek
nakal atau cowok nakal (kompas)
Akibat Seks Bebas
Pranikah
·
Dapat menyebabkan
kehamilan yang tak diinginkan (KTD). Ini terjadi karena oragan reproduksi
remaja sudah bekerja dengan baik. Apalagi jika memalkukannya tanpa pengaman.
·
Bisa memicu terjadinya
aborsi, terutama jika kehamilan yang tidak diinginkan akibat seks bebas itu
benar-benar mengganggu ketenangan.
·
Dapat menyebabkan
terjangkitnya penyakit menular (PMS). Diantaranya seperti sifilis, AIDS, dan
kanker mulut rahim.
·
Mengakibatkan dampak
yang bersifat psikologis. Diantaranya trauma, rasa bersalah, takut ditinggal
pasangan, dan kehilangan dukungan sosial baik dari keluarga, teman, maupun lingkungan
sekitar.
·
Bisa membuat perkawinan
terpaksa secara dadakan atau maried by accident atau MBA.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Metode
Untuk
menemukan model gambaran perilaku seks
pranikah mahasiswa ditinjau dari teritori lingkungan kost-kostannya, dengan
unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan
masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, maka digunakan penelitian kualitatif.
Penelitian
kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,
berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka
tentang dunia sekitarnya (Nasution:, 1988:5). Dalam penelitian ini yang akan
diamati adalah gambaran perilaku seks pranikah
mahasiswa ditinjau dari teritori lingkungan kost-kostannya serta apa yang
melatar belakangi perbuatan tersebut.
Peneliti
menggunakan metode penilitian kualitatif karena permasalahan belum jelas,
holistik, kompleks, dinamis, dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada
situasi sosial tersebut dijaring dengan menggunakan metode penelitian
kuantitatif. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara
mendalam, menemukan pola, hipotesis, dan teori.
Dengan
digunakan metode penelitian kualitatif, maka data yang didapat akan lebih
lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian
dapat dicapai. Penggunaan metode kualitatif ini bukan karena metode ini baru
dan lebih “trendy”, tetapi memang permasalahan lebih tepat dicarikan datanya
dengan metode kualitatif. Dengan metode kuantitatif, tentu saja akan sulit
untuk mengetahui bagaimana privacy dan self-esteem pada remaja tunanetra,
karena hampir mustahil jika penelitian didasarkan pada kuesioner dan angket,
sehingga seluruh permasalahan yang telah dirumuskan tidak akan terjawab dengan
metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif fakta-fakta yang tidak tampak
oleh indera akan sulit diungkapkan. Sedangkan dengan metode kualitatif, akan
dapat diperoleh data yang lebih tuntas, pasti, sehingga memiliki kredibilitas
yang tinggi.
B.
Sumber
Data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber
dan teknik pengumpulan data dalam penelitian disesuaikan dengan fokus dan
tujuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, sampel sumber data dipilih, dan
mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan pandangan informan, yakni
bagaimana mereka memandang dan menafsirkan dunia dari pendiriannya. Peneliti
tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk mendapatkan data yang diinginkan.
Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengambilan purposivesampling
dengan sampel yang mudah ditemui (non-random). Adapun kriteria mahasiswa kos
yang dapat dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
Pada masa remaja
akhir kira-kira berusia antara 18 - 21 tahun
Sedang atau pernah
menjalin relasi heteroseksual
Belum menikah
Tinggal di tempat kos wilayah sekitar Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
Dalam
penelitian ini menggunakan 2 orang untuk menjadi sampel penelitian. Satu orang
dari kos-kosan bunga (diawasi ibu kost)dan satu orang dari kos-kosan matahari
(tidak diawasi ibu kost).
Pada
penelitian ini, teknik pengumpulan data yang utama digunakan adalah observasi
tersamar, wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan terianggulasi. Dalam
observasi tersamar, peneliti secara rahasia melakukan observasi, baik observasi
terhadap bentuk kost-kostan, lingkungan kost-kostan, serta observasi terhadap
sumber data. Selain itu wawancara mendalam juga dilakukan terhadap sumber data ataupun
orang terdekat yang ada disekitarnya (mis: ibu kost) dengan menggunakan
wawancara tipe semistruktur. Studi dokumentasi dan trianggualasi teknik juga
diperlukan untuk menunjang kesempurnaan data-data yang lain.
C.
Instrumen
Penelitian
Dalam
penelitian ini instrumen penelitian yang utama adalah peneliti sendiri. Namun
setelah fokus penelitian menjadi jelas mungkin akan dikembangkan instrumen
penelitian sederhana, yang diharapkan dapat digunakan untuk menjaring data pada
sumber data yang lebih luas, dan mempertajam serta melengkapi data hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi.
D.
Teknik
Analisis Data
Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles and Huberman pada saat pengumpulan
data dan Spradley pada saat data telah terkumpul dengan trianggulasi.
Miles
and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada setiap
tahapan penelitian sampat tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam
analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification.
Selanjutnya
menurut Spradley teknik analisis data disesuaikan dengan tahapan dalam
penelitian. Pada tahap penjajahan dengan teknik pengumpulan data grand tour
question, analisis data dilakukan dengan analisis domain. Pada tahap menentukan
fokus analisis data dilakukan dengan analisis taksonomi. Pada tahap selection,
analisis data dilakukan dengan analisis komponensial. Selanjutnya untuk sampai
menghasilkan judul dilakukan dengan analisis tema.
E.
Pengujian
Kredibilitas Data
Uji
keabsahan data meliputi uji kredibilitas data (validitas internal) atau
kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan
dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dengan membaca berbagai
referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi terkait
temuan yang diteliti, trianggulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan member
check yaitu pengecekan kembali data yang diperoleh peneliti kepada pemberi
data.
Daftar Pustaka
Hasan Sidik, Abu
Nasma, 2008. Lets Talk abaout Love, Solo: Tiga Serangkai
http://thesis.binus.ac.ideCollseThesisdocBab22008-2-00079-AR%20bab%202.pdf
(27/05/2012. 15.30)
Nining Andriati. 2009 Gambaran
Perilaku Remaja yang Diawasi Ibu Kost dan yang Tidak Diawasi Ibu Kost tentang
Hubungan Seksual Pranikah di Padang Bulan Medan. Available online at http://prepository.usu.ac.idbitstream12345678914702109E02452.pdf
(Diakses tgl 29 Mei 2012)
Prof. Dr. Sugiyono. Memahami
Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. 2010
Shella Vidya Puspa. 2010. Hubungan antara Intensitas Cinta dan Sikap
terhadap Pornografi dengan Perilaku
Seksual pada Dewasa Awal yang Berpacaran. Available online at http://eprints.undip.ac.id/11115/1/intisari.pdf
(Diakses tanggal 28 Mei 2012)
Santrock, John W. 2002. Life-Span
Development Perkembangan Masa Hidup Edisi 5 Jilid II, Jakarta: Erlangga
Sarwono,
Sarlito Wirawan. Psikologi Lingkungan. Jakarta : Grasindo. 1995
Wanti Mutiara, et all. 2009.Perilaku Seksualdengan Orientasi Heteroseksual
Mahasiswa Kos di Kecamatan Jatinagor-Sumedang. Available online at :http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/05/gambaran_perilaku_seksual_pada_mahasiswa_kos_di_kec_jatinangor.pdf
(Diakses tanggal 28 Mei 2012)